Pages - Menu

2015-12-12

[Curcol] Ada-Ada Saja: Sudah Jatuh Tertimpa Tangga

Sudah Jatuh, Tertimpa Tangga

Gaes, judul di atas bukan hanya sebuah peribahasa. Tetapi, ini menjadi hal nyata yang dialami rekan kita yang bekerja di daerah Kowloon sana.
Adalah Tata, seorang perempuan kebanyakan, yang ngungyan ke Hong Kong demi sebuah perbaikan ekonomi dan pendidikan bagi keluarganya di Endonesa. Rencananya untuk bekerja dua tahun saja di tanah Bauhinia ini ternyata harus dikalikan beberapa kontrak, dari adiknya mulai masuk esempe sampai lulus kuliyah hingga diterima bekerja sebagai tenaga administrasi di sebuah perusahaan.
Nyatanya, rekan kita ini masih betah ngluru dolar, yang di awal September ini, nilai tukar terhadap rupiah naiknya gila-gilaan hingga tembus di angka 1800. Jangankan dia, penulis pun ikut klepek-klepek melihat dolar yang melesat tinggi. Di satu sisi, naiknya nilai dolar berarti menaikkan pula gaji BMI tapi di sisi lain juga menggambarkan naiknya harga kebutuhan pokok di tanah air untuk beberapa prodak. Gek piye jal? Sudahlah, ndak usah  jero-jero nek mikir. Ndak edyan.
Suatu hari, entah kerasukan memedi saka ngendi, nyonyah majikannya bangun tidur dalam keadaan ekspresi wajah dan cuaca hati yang sama seperti cuaca Hong Kong awal bulan ini, sebentar panas, sebentar hujan lalu mendung datang. Benar-benar susah diprediksi.
Mungkin karena hal inilah, kadar cerewet yang disemburkan bibir nyonya majikan serupa nasi bungkusan berkaret 3, pedasnya nendang! Soalnya, bungkusan yang ndak pake karet itu ndak pedas sama sekali.
Nah, kondisi seperti ini membut ritme kerja Tata ikut-ikutan berubah. Yang semula tenang seperti alunan 'Kiss the Rain'nya Yiruma lalu nadanya mencelat menjadi 'Goyang Dumang'nya Cita Citaku. Tiba-tiba, di mata nyonya majikan, lantai yang sudah kinclong itu nampak ngeres dan berdebu, tembok dapur chi nap nap, kaca jendela buram, tembok berjamur, bahkan jamur segar / tungku yang dibelinya di pasar beberapa hari yang lalu ikut-ikutan berjamur. Ada ya, jamur yang jamuran?
Kerja capek-capek, cucian numpuk, setrikaan menggunung, tempat jemuran baju yang digantung di langit-langit balkon macet dan tidak bisa diturunkan, hingga masalah dengan keluarga di Endonesa ditambah komplin yang datang bertubi-tubi membuatnya tertekan. Jadwal berangkat kerja nyonya majikannya yang seharusnya sejak pagi, harus molor hingga melewati Dzuhur hanya untuk menceramahi rekan kita ini.
Makanya, sebagai pelampiasian, isi piu bak shui, tik lo, sai tau shui, sai kit ching dan tetek bengek cairan pembersih, ia tumpahkan ke dalam toilet dan menge-flushnya serupa saat ia selesai buang hajat. Giliran hendak mencuci baju kloter terakhir, ternyata sabunnya habis. Nah loh, kalo sudah begini, trus piye jal? Ini jangan ditiru ya, gaes. Sai sai ye, sayang banget kan? (cieee, belum apa-apa sudah sayang banget, apalagi kalo sudah kenal dekat_dan lalu gagal paham karena beda makna 'sayang').
Terpaksalah tokoh kita ini menjemur baju dulu sebelum turun ke supermarket untuk belanja makan malam sekaligus beli sabun cuci yang habis karena ditumpahkan ke toilet tadi. Kalo penulis gambarkan, kondisi rekan kita saat itu adalah sebagai berikut: hati sedang piknik ke Lebanon sedangkan otaknya jalan-jalan ke Zimbabwe. Kalo sudah begitu, apa yang bakal terjadi? Badannya yang tertinggal di rumah majikan tentu melakukan pekerjaan yang tidak sikron dengan perintah komputer alami yang tertanam dalam otaknya. Ketika kakinya naik tangga untuk menjemur baju, keseimbangannya oleng. Melesetlah dari instruksi si otak.
Sruuttt, ia pun jatuh. Tangga yang terbuat dari kayu itu terkena sedikit senggolan tubuh Tata. Kini giliran tangga yang oleng. Tak perlu menunggu lama, brukkkk... tangga itu jatuh mengenai kaki kirinya. Pengen tau bagaimana rasanya?
Sakitnya tuh di sini (nunjuk kaki dan hati).
***

No comments:

Post a Comment